2 Korintus 12:1-10; Ringkasan Khotbah Pdt. Martus A. Maleachi; Minggu, 06 Januari 2019
Ada sebuah lagu yang populer di tahun 1993 yang berjudul “Cuma Khayalan.” Refrain lagu ini mengatakan, “Andai aku jadi orang kaya.” Walaupun lagu ini merupakan pengandaian atau khayalan, lagu ini sebenarnya menggambarkan keinginan kita untuk mendapatkan kekayaan. Uang dapat membuat kita mendapatkan dan melakukan apa yang kita inginkan. Masyarakat kita memang mengagungkan orang yang kuat. Orang yang selalu menang dan tidak pernah kalah. Seorang yang tampil dengan sempurna tanpa kelemahan. Mungkinkah kita menjadi seorang yang tanpa kelemahan? Apakah ini merupakan gambaran yang nyata di dalam dunia ini? Jawabannya tentu tidak.
Sebagai manusia kita tentu memiliki kelemahan. Itulah sebabnya Stan Lee menampilkan tokoh kartun Marvel Comic, seperti Fantastic Four, Spider Man, Hulk, Iron Man dan tokoh-tokoh lain yang memiliki kelemahan sebagai manusia biasa meskipun mereka adalah pahlawan super. Tokoh-tokoh inilah yang dekat dengan pembaca yang memang tidak sempurna, penuh dengan kekurangan, dan kelemahan.
Kesadaran akan kelemahan manusia inilah yang membawa kita kepada pengakuan bahwa kekuatan kita bukanlah karena kita sendiri, tetapi karena Tuhan. Kekuatan yang kita miliki semua berasal dari Tuhan. Rasul Paulus mengatakan bahwa jika aku lemah, maka aku kuat (2 Kor 12:10). Dia mengutip apa yang Tuhan katakan kepadanya yaitu, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2 Kor 12:9).
Mengapa kita perlu menyadari bahwa ketika kita lemah justru kita kuat? Pertama, agar kita tetap rendah hati. Dalam surat 2 Korintus, Rasul Paulus menghadapi orang yang meragukan akan kerasulannya (2 Kor 12:12). Dalam pembelaannya, rasul Paulus dapat menonjolkan kehebatan-Nya. Dia memiliki pengalaman rohani yang unik dan khusus (2 Kor 12:1-4), dia juga menanggung ketidakadilan karena Tuhan (2 Kor 11:21-32). Semua ini bagi dia tidak perlu untuk dibanggakan. Untuk itu dia menyadari bahwa Tuhan memberikan duri (atau dalam bahasa aslinya dapat juga diterjemahkan sebagai pasak) dalam dagingnya. Kemungkinan duri atau pasak ini adalah tantangan untuk tetap rendah hati. Keunggulan kita bisa membawa kita kepada kesombongan sehingga kita lupa bahwa kita kuat bukan karena kita, tetapi karena kuasa Tuhan.
Kedua, aku kuat ketika aku lemah berarti kita belajar untuk datang kepada-Nya. Rasul Paulus selalu datang kepada Tuhan dalam segala kelemahannya. Tiga kali dia berseru agar Tuhan mengangkat duri tersebut. Dia datang kepada Tuhan yang mampu untuk mengangkat kelemahannya ini. Dia berdoa sampai dia mengerti bahwa itulah kehendak Tuhan agar dia tetap dapat rendah hati.
Ketiga, aku kuat ketika aku lemah berarti kita belajar untuk menikmati anugerah-Nya. Setiap kali dia berseru kepada Tuhan, jawaban Tuhan tetap, yakni “anugerah-Ku cukup bagimu.” Ini menunjukkan bahwa Tuhan bisa saja menjawab doa dengan tidak mengurangi kesulitan atau melepaskan seseorang dari segala masalahnya. Sebaliknya, Tuhan mengaruniakan anugerah-Nya agar rasul Paulus dapat melewati semua kelemahan dan kekurangannya dengan menikmati kekuatan yang merupakan anugerah-Nya. Tuhan tidak meninggalkan anak-anak-Nya berjuang sendirian.
Keempat, aku kuat ketika aku lemah berarti kita belajar untuk mengalami kuasa-Nya dalam kelemahan kita. Rasul Paulus mengatakan bawah dia senang dan rela dalam kelemahan karena Kristus. Semakin kita menyadari kelemahan kita, pada waktu itulah kita mengalami kekuatan dari Tuhan. Joni Eareckson Tada, seorang yang mengalami kelumpuhan tetapi terus berjuang dan telah menjadi berkat bagi banyak orang mengatakan, “Deny your weakness, and you will never realize God’s strength in you (Sangkalilah kelemahanmu, dan kamu tidak akan pernah menyadari kekuatan Allah yang ada di dalam kamu).” Pada waktu kita mengakui kelemahan kita maka kita akan menyadari bagaimana Allah memberi kekuatan kepada kita.
Pertanyaan bagi kita adalah bagaimana kita memasuki tahun 2019 ini. Apakah kita akan memasukinya dengan kekuatan kita sendiri atau dengan kekuatan Tuhan? Pertanyaan ini berlaku dalam kehidupan pribadi kita, kehidupan keluarga kita, kehidupan pekerjaan kita, kehidupan pelayanan kita, bahkan kehidupan gereja GKKK Malang. Semua yang kita lakukan harus dilakukan dengan kuasa Tuhan, karena kita kuat ketika kita menyadari bahwa kita lemah dan kuasa Tuhan bekerja dalam diri kita. Kiranya Tuhan membentuk kita melalui pengalaman hidup kita untuk menjadi mutiara yang indah, yang berkilau bagi kemuliaan-Nya.