KEKUATAN DIBALIK KELEMAHLEMBUTAN
Galatia 5:22-23
Ringkasan Khotbah Pdt. Hasan Sutanto; Minggu, 16 Februari 2020
Bagian yang baru kita baca ini terkenal di kalangan orang Kristen. Namun walaupun terkenal, pemahaman kedua ayat ini, khususnya ciri kelemahlembutan, perlu dilakukan dengan penafsiran yang teratur. Dengan demikian, mudah-mudahan kita boleh benar-benar kembali kepada Alkitab dan menangkap isi ajaran yang disampaikan Paulus kepada gereja di Galatia sekitar dua ribu tahun yang lalu.
Ada berapa banyak buah Roh Kudus, sembilan atau satu? Jika satu, apakah itu berarti ada sembilan macam rasa atau ciri buah Roh Kudus? Sebenarnya penekanan kepada angka “sembilan” itu sama sekali tidak perlu. Karena karya Roh Kudus yang Mahakuasa pasti sangat banyak, bahkan tidak terhitung banyaknya.
Apa yang terjadi di jemaat Galatia? Di antara orang Kristen di Galatia terjadi perselisihan. Ada orang Kristen yang menekankan pentingnya memahami Taurat. Paulus menegur mereka dengan keras, “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus” (Galatia 1:6-7). “Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu. Sekali lagi aku katakan kepada setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum Taurat. Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran (atau, dibenarkan) oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia” (Galatia 5:2-4).
Di lain pihak, ada sejumlah orang Kristen di Galatia belum memahami makna sesungguhnya kemerdekaan di dalam Yesus Kristus, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (Galatia 5:13). Ditambah faktor lain, tidak mengherankan, jika terjadi perselisihan di dalam gereja di Galatia, “Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan…..dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki” (Galatia 5:15, 26).
Kepada gereja yang sedang berselisih ini, Paulus menuliskan mengingatkan mereka bahwa buah Roh Kudus adalah “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri”. Nasihat ini penting, karena tanpa bimbingan Roh Kudus di dalam hati orang Kristen yang lebih dewasa, yang menunjukkan sikap-sikap ini, pasti tidak dapat menemukan solusi yang terbaik dalam suasana konflik itu.
Ini buah siapa? Ini adalah buah Roh Kudus. Benar, kita sudah menerima Juru Selamat. Dosa kita telah dihapus oleh darah Tuhan Yesus. Tetapi dalam perjalanan menuju ke Surga, masih ada banyak faktor yang membuat kita bersikap tidak baik. Selain ada godaan dari iblis, pengaruh dari dunia, masih ada si aku yang lama yang terus menarik kita kembali ke pola, mental dan sikap yang lama. Apalagi kalau kita merasa diri kita benar, atau tidak dihargai, atau kepentingan kita terusik.
Kata “prautes, kelemahlembutan” dipakai dalam Perjanjian Baru (PB) sebanyak 11 kali. Dalam versi Terjemahan Baru (TB), kata ini selalu diterjemahkan menjadi “kelemahlembutan; lemah lembut”. Namun, di surat Yakobus 1:21; 3:13, kata ini boleh diterjemahkan menjadi “kerendahan hati; rendah hati”. Selain itu “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu” (Efesus 4:2).
Kelemahlembutan yang ditunjukkan orang Kristen yang dikuasai Roh Kudus bukanlah karena takut, minder, atau kurang mampu. Sifat ini dekat dengan rendah hati. Orang Kristen yang rendah hati adalah orang yang memiliki “sesuatu”, namun dia sadar segala sesuatu diberikan oleh Allah dan dia harus mempertanggungjawabkan pemberian itu kepada Allah. Hatinya penuh dengan syukur. Dan dia ingin melakukan sesuatu yang positif baik di dalam keluarga, gereja, maupun di masyarakat.
Kelemahlembutan bukanlah ciri yang dibuat-buat. Ciri ini bukanlah untuk disombongkan. Itu merupakan karya Roh Kudus yang terbukti dan terlihat dalam kehidupan kita. Mari kita berjalan makin dekat dengan Roh Kudus. Serahkan hati dan hidup kita kepada Dia. Biarlah karya-Nya yang hadir dalam kehidupan kita menjadi berkat bagi orang lain. Dengan demikian perselisihan di sekitar kita makin berkurang dan damai sejahtera makin bertambah-tambah di lingkungan kita.