Efesus 5:18, 21-33; Ringkasan Khotbah Pdt. Gindo Manogi; Minggu, 03 November 2019
Ada berbagai fakta pernikahan yang memilukan hati: relasi suami-istri yang rusak, perselingkuhan, KDRT, dsb. Berbagai fakta tersebut bukanlah rancangan Allah untuk pernikahan.
Dalam rancangan Allah, pernikahan itu indah adanya. Ia mengatakan bahwa tidak baik kalau manusia itu hidup seorang diri. Karena itu, Allah memberikan Hawa bagi Adam. Bahkan, Allah menggunakan pernikahan untuk menggambarkan relasi-Nya dengan umat-Nya, seperti suami-istri. Perhatikan ayat 32. Karena itu, kita harus melihat kembali prinsip-prinsip Alkitab mengenai pernikahan.
Prinsip yang pertama dan terutama adalah komitmen kepada Yesus Kristus. Paulus menempatkan pembahasan pernikahan dalam konteks manusia baru (4:1, 17-32, 5:1). Artinya, Paulus mengajarkan bahwa menjadi orang-orang yang diselamatkan terimplikasi dalam pernikahan yang mereka bangun. Suami-istri bertumbuh menjadi serupa dengan Kristus.
Jika bukan Kristus menjadi yang pertama dan terutama, maka natur manusia lama yang akan mendominasi dan mengarahkan setiap suami-istri. Dengan demikian, mereka akan kesulitan untuk bisa membangun pernikahan seperti yang Tuhan inginkan. Karena itu, bagi yang belum menikah, gumuli secara serius hal ini. Jangan asal berpacaran dan menikah. Bagi yang sudah menikah, mari kita mengevaluasi kembali pernikahan kita. Setiap pernikahan pernah mengalami masa-masa yang sukar. Karena itu, dengan bercermin kembali pada kebenaran Allah, mari kita menata dan membangun pernikahan kita.
Prinsip kedua adalah memberi diri untuk dikendalikan oleh Roh Kudus (5:18), dan tidak memberi ruang bagi “dunia” untuk mengambil tempat di dalam relasi pernikahan kita. Ini berarti dengan tuntunan Roh Kudus, maka setiap suami-istri belajar dari Tuhan Yesus. Salah satu cirinya adalah merendahkan diri, “dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus” (ay. 21). Yesus adalah teladan yang agung tentang hal ini (Yoh. 13). Sebagai Tuan dan Guru, Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya. Prinsip “merendahkan diri” ini dilakukan oleh semua pihak, “seorang kepada yang lain.” Artinya, saling merendahkan diri. Jika prinsip ini diterapkan, maka relasi pernikahan menjadi indah.
Sebaliknya, banyak relasi yang sulit dipulihkan karena tidak ada “saling” seperti yang diajarkan oleh Tuhan. Sebaliknya, menuntut untuk diutamakan. Demikian pentingnya konsep merendahkan diri ini sehingga Paulus ingin agar hal ini diteraplikasi di dalam relasi suami-istri.
Paulus mengajarkan “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan” (ay. 22). Kata kerja “tunduklah” di dalam ayat 22 ini tidak ada, melainkan mengikuti ayat 21. Jadi, Paulus mengajarkan agar para istri merendahkan diri atau menundukkan diri kepada suaminya. Ini merupakan prinsip yang harus diperhatikan oleh para istri. Akan tetapi, para istri mengalami kesulitan untuk merendahkan diri terhadap suami karena mereka menemukan banyak kegagalan dan kelemahan suami mereka. Ini menjadi alasan yang sangat kuat. Paulus mengingatkan bahwa suami adalah kepala yang Tuhan tetapkan bagi para istri; dan para istri diperintahkan untuk menghormati suami karena ketaatan kepada Kristus. Jadi, bagi para istri, tetap hormatilah suamimu. Bagi para suami, bila istrimu menghormati dirimu, maka sayangi dan cintailah mereka.
Paulus tidak hanya berpesan kepada para istri, tapi juga kepada para suami. Ia mengajarkan agar para suami belajar dari Tuhan Yesus (itu sebabnya, penting untuk memiliki komitmen kepada Yesus). Prinsip pertama bagi para suami, sebagaimana Yesus mengasihi jemaat yang tidak sempurna tanpa syarat, maka hendaklah suami mengasihi istrinya yang juga tidak sempurna tanpa syarat. Banyak kegagalan dan kelemahan yang bisa dilakukan oleh istri, tapi tetaplah cintai dan kasihi mereka.
Prinsip yang kedua, sebagaimana Yesus menghendaki jemaat bertumbuh menjadi kudus, maka hendaklah suami berperan sebagai partner rohani untuk pertumbuhan rohani istrinya. Salah satu kebutuhan istri adalah pendampingan untuk bertumbuh secara rohani, maka hendaklah suami menjalankan perannya ini dengan baik. Bagi para istri, jika suamimu menunjukkan kesungguhan dalam hal rohani, dukunglah dia agar dia semakin mantap dalam komitmennya.
Prinsip yang ketiga, sebagaimana Yesus mengasuh dan merawat jemaat sebagai tubuh-Nya, hendaklah setiap suami mengasuh dan merawat istrinya seperti tubuhnya sendiri. Artinya, tidak ada orang yang melukai tubuhnya sendiri, tapi memperhatikan dan merawatnya. Dengan demikian, jika seorang suami mau memperoleh kebahagiaan di dalam pernikahannya, maka ia harus membahagiakan pasangannya. Tapi, jika suami melukai istrinya, maka ia sedang membuka celah untuk merusak pernikahannya sendiri.
Karena itu, hendaklah setiap suami-istri kembali kepada pengajaran firman Tuhan mengenai prinsip-prinsip pernikahan. Sadarilah bahwa kita berada di dalam dunia yang sudah korup sehingga nilai-nilai yang korup itu telah mempengaruhi pernikahan yang dibangun oleh dunia. Saya mengajak kita semua untuk membangun kembali pernikahan kita seturut dengan design dan rancangan Allah.