Ev. Matius Siswanto – Minggu, 25 Februari 2018
Matius 27:11–26
Jika diberi kesempatan untuk memilih, maka seharus kita akan memilih yang terbaik. Maksudnya, pilihannya bukan hanya sekedar baik tetapi juga benar. Baik dalam arti sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dan benar dalam arti sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku. Tetapi dalam kenyataannya tidak semua orang mau memilih yang terbaik. Inilah yang terjadi dengan orang-orang Yahudi ketika mereka diperhadapkan pada dua pilihan: memilih Tuhan Yesus dengan karakter yang baik atau memilih Barabas dengan karakter yang buruk. Dan ternyata mereka memilih Barabas untuk dibebaskan. Mengapa memilih Barabas, dan bukan Yesus Kristus?
1. MEMILIH TUHAN YESUS DIANGGAP BISA MERUGIKAN (Pilatus)
Inilah yang menjadi pertimbangan Pilatus sehingga ia tidak memilih Tuhan Yesus. Walaupun secara hukum jabatannya sebagai gubernur ia mempunyai kuasa untuk membebaskan Tuhan Yesus. Tapi jika ia memilih Tuhan Yesus untuk dibebaskan, itu berarti ancaman bagi jabatan Pilatus yang waktu itu menjabat sebagai gubernur atau wali negeri.
Pilatus terancam. Ia mempunyai catatan yang buruk dalam kinerjanya sebagai seorang gubernur. Banyak masalah yang terjadi di Yudea atau di wilayahnya pada masa pemerintahannya. Masalah itu terjadi sebagian besar disebabkan karena ulahnya sendiri. Dengan reputasi yang buruk seperti ini, orang Yahudi mempunyai hak untuk melaporkan kepada kaisar. Hanya Orang-orang yang berani membayar harga saja yang akan tetap berpihak pada Yesus jika ancaman itu datang.
2. MENGABAIKAN FAKTA KEBENARAN (Orang Yahudi)
Inilah yang terjadi pada orang-orang Yahudi. Sebagian besar orang-orang Yahudi pasti per-
nah melihat sosok Tuhan Yesus, baik dalam ajaran-Nya maupun tindakan-tindakanNya. Bah
kan diantara mereka pasti juga ada yang mengalami kebaikan Tuhan Yesus. Makanya tidak
heran di antara mereka banyak yang takjub dengan apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus
sampai-sampai mereka berkata “Yang begini belum pernak kita lihat”(Markus 1:12). Seharusnya fakta-fakta ini akan membuat mereka memilih Tuhan Yesus untuk dibebaskan, tetapi ternyata tidak. Mereka justru ikut-ikutan memilih Barabas.
Mereka memilih Barabas untuk dibebaskan karena terhasut oleh para pemimpin agama. Mereka terlalu percaya dan menelan mentah-mentah kata-kata pemuka agama yang tidak benar itu. Dan yang membuat kondisi lebih parah adalah mereka mengabaikan fakta-fakta yang pernah mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri tentang Tuhan Yesus. Ketika fakta-fakta yang benar itu diabaikan oleh orang-orang Yahudi dan kemudian mereka terlalu percaya perkataan imam kepada dan tua-tua bangsa Yahudi, maka perkataan itu akhirnya membentuk gambaran yang kuat dalam otak mereka tentang Tuhan Yesus. Berhubung perkataan para imam dan tua-tua tentang Tuhan Yesus itu negatif, maka yang tertanam dalam pikiran orang Yahudi tentang Tuhan Yesuspun juga negatif.
3. KETAATAN YANG SETENGAH SETENGAH (Pemimpin Agama Yahudi)
Para imam dan tua-tua adalah orang yang sangat dihormati oleh orang Yahudi dan mereka
mempunyai pengaruh yang sangat besar (karena itu mereka mampu menghasut orang ba-
nyak). Mereka adalah orang-orang sangat paham betul dengan hukum-hukum agama. Namun yang sangat mengherankan adalah bahwa mereka ternyata juga memilih Barabas untuk dibebaskan dan memiih Yesus untuk disalibkan. Mereka menolak Tuhan Yesus karena dengki.
Bertolak dari Kedengkian ini kemudian menghasilkan fitnah dengan tuduhan-tuduhan yang sangat keji. Mengapa mereka membiarkan diri mereka dipenuhi kedengkian dan fitnah? Bukankah mereka tahu bahwa fitnah dan dengki adalah dua hal yang sangat bertentangan dengan hukum agama? Mereka bukan hanya tahu tetapi mereka juga mengajarkan kepada umat Israel.
Mereka terjebak dalam kedengkian oleh karena mereka dalam menjalankan ajaran agama hanya setengah-setengah. Artinya, mereka memang paham betul ajaran agama tetapi mereka tidak tunduk pada agama. Hal inilah yang menyebabkan hati mereka tidak gentar ketika melakukan kejahatan. Lihatlah bagaimana ketika mereka memfitnah Tuhan Yesus, tidak nampak sedikitpun gambaran ketakutan pada mereka.
Bukankah kitapun masih sering bersikap seperti mereka? Tidak merasa berdosa ketika melakukan pelanggaran. Kita tahu bahwa semua itu adalah perbuatan yang tidak benar, namun kita terus melakukannya. Mengapa? Sebab kita mengikut Tuhan setengah-setengah. Lihatlah Nehemia ketika ia melihat tembok Yerusalem yang hancur, hatinyapun sangat hancur karena ia tahu bahwa kehancuran tembok Yerusalem disebabkan oleh karena dosa-dosa bangsanya. Bangsanya telah jatuh ke dalam dosa karena mereka tidak lagi mengikut Tuhan dengan segenap hati. Ketika hati mereka mulai hancur maka Allah memulihkan mereka.